Satu hal yang pasti dalam hidup ini adalah hidup pasti akan berputar layaknya roda. Bagian yang menyakitkan adalah, kita tidak pernah tahu pasti kapan titik nol mampir di hidup kita.
Kesempatan kali ini membawaku ke kota dimana aku memulai pendakian pertama ku, Garut. Tepat 9 tahun lalu aku datang di kota ini untuk memulai semuanya di Gunung Papandayan, Februari 2024 aku kembali untuk mendaki Gunung Cikuray, salah satu gunung yang juga cukup populer di Garut. Seperti hari-hari pendakian pada umumnya, aku hanya berangkat dengan rombongan kecil, 4 orang, Aku, Tiara, Habibie, dan rekan baru yaitu Daffa. Perjalanan dimulai pada tanggal 8 Februari jam 03.30 WIB di pool bus Primajasa Ciputat. Kami ambil bus paling pagi supaya dapat langsung mendaki di hari yang sama. Perjalanan ke Garut membutuhkan waktu sekitar 4-5 jam menggunakan bus, dan kami sampai di Terminal Guntur Garut sekitar jam 9 pagi.
Sampai di Garut langsung belanja ke pasar dan bungkus nasi dahulu sebagai bekal pendakian di siang hari (rencananya). Setelah urusan perbekalan selesai, kami mencarter angkot dengan tarif Rp 170.000 dari terminal sampai basecamp Kiara Janggot. Sampai basecamp jam 10, lalu sarapan nasi goreng dahulu di basecamp, urus simaksi, dan final check untuk perlengkapan yang akan dibawa ke atas. Pendakian via Kiara Janggot akan melewati 8 pos, dan sesuai rencana, kami akan camp di Pos 6 dengan estimasi jam 4 sore sampai.
 |
Kita di basecamp. |
Pendakian dimulai sekitar jam 11 siang, trek pertama menuju pos 1, dan sepanjang perjalanan masih dikelilingi pemukiman dan perkebunan warga. Pos 1 ditandai dengan sebuah plang, dan jika sudah sampai pos 1, berarti sudah ada di batas antara hutan dan pemukiman. Kami sampai di pos 1 sekitar jam 1 siang, memang, perjalanan menuju pos 1 adalah yang terpanjang, pos-pos setelahnya hanya butuh waktu 30-45 menit. Ambil nafas dan minum sebentar di pos 1, kemudian melanjutkan perjalanan.
 |
Lalat sepanjang perjalanan menuju pos 2 |
Perjalanan menuju pos 2 langit mulai berubah gelap, pertanda hujan akan datang. Saat itu hanya harap-harap cemas, jangan hujan dulu, pos 6 masih jauh, batinku. Setelah 35 menit berjalan, kami sampai di pos 2. Benar saja, yang sedari tadi dicemaskan datang juga. Hujan turun tepat setelah kami sampai di pos 2, sangat deras. Pos 2 juga menjadi tempat sumber air terakhir sehingga kami mengisi penuh perbekalan air disini. Lokasi sumber air tidak di pinggir jalur, perlu melipir sedikit 50 meter ke kanan jalur dan terdapat pipa yang menyalurkan air dari atas gunung. Jalur sumber air cukup jelas dan terlihat, hanya tinggal ikut jalan saja sumber air dapat ditemukan.
Setelah perbekalan air siap dan berganti ke setelan pendakian hujan, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3. Dari sini kontur pendakian berubah, yang sebelumnya dari basecamp sampai pos 2 cenderung landai, menuju pos 3 kontur berubah lebih terjal, ditambah cuaca hujan, lengkap sudah. Perjalanan ke pos 3 sempat terhambat sebentar karena di tengah jalan kakiku kram, entah mengapa belakangan ini setiap mendaki kram kaki selalu terjadi, padahal rasanya pemanasan sudah cukup maksimal. Ketika sampai di pos 3, kami tidak beristirahat, dan langsung tancap gas menuju pos 4, mengingat hari sudah semakin sore, dan rencana kami bermalam di pos 6, juga sudah cukup istirahat ketika insiden kram kaki terjadi.
Matahari semakin turun ketika kami sampai di pos 4, seingatku saat itu sudah jam 4 sore. Hanya istirahat sebentar di pos 4 untuk melonggarkan otot, selain karena cuaca masih hujan, di pos 4 juga tidak ada siapa-siapa, pertanda yang buruk jika harus sampai pos 6 terlalu lama dan bermalam tanpa ada rombongan lain. Semakin berjalan, kepercayaan diri semakin turun untuk bermalam di pos 6. Fisik semakin lelah karena sudah berangkat dari pagi buta, ditambah cuaca masih hujan, dan yang terparah, bekal makan siang yang kami bungkus di terminal Garut belum kami makan, yang artinya saat itu perut kami sudah mulai keroncongan. Akhirnya, keputusan bulat kami bermalam di pos 5 saja, entah ada rombongan lain atau tidak, kami berhenti. Risiko bermalam sendirian lebih kecil dibanding kami harus melanjutkan perjalanan ke pos 6 dengan kondisi fisik yang sudah tidak prima, dan hari yang semakin gelap.
Namun sepertinya alam mendukung kami, setelah berjalan 30 menit dari pos 4, kami mulai mendengar suara ramai dan aroma kopi yang sedang diseduh, yang kami harap saat itu kami sudah hampir sampai di pos 5. Dan benar saja, di pos 5 terdapat satu rombongan dengan 5 tenda, yang artinya kami tidak akan bermalam sendirian di pos 5. Sampai di pos 5 kami langsung membagi tugas, pasang tenda, memanaskan sayur, jemur pakaian, dan tata tenda untuk tidur. Setelah makan, kami sepakat untuk istirahat saja dan tidak perlu makan malam kembali, dan makan lagi nanti sebelum summit attack, jam 2 dini hari.
 |
Suasana di tenda |
Esok harinya, kami bangun untuk persiapan summit. Karena rencana camp di pos 6 tidak terealisasi, maka kami harus bangun lebih awal supaya sampai di puncak saat sunrise. Setelah memasak nasi, mie instan, dan goreng bakso, kami melakukan packing untuk persiapan summit. Estimasi perjalanan adalah 3 jam, dan saat ini pukul 03.30. Perjalanan dimulai, trek masih sama saja seperti sebelumnya, akar, tanah, sesekali basah karena bekas hujan kemarin. Perjalanan malam lebih terasa ringan, tiba tiba saja kami sampai pos 6, buang hajat sebentar, lalu lanjut mendaki. Sebelum sampai pos 7, kami bertemu pertemuan antara jalur Pemancar dan Kiara Janggot. Setelah melewati persimpangan, berarti perjalanan sisa sedikit lagi, melewati pos 7, kemudian pos 8, dan 5 menit dari pos 8 kami sampai di Puncak Gunung Cikuray tepat pukul 07.00.
 |
Sunrise di tengah summit attack |
Seperti biasa, di puncak saatnya selebrasi dan dokumentasi. Setelah dirasa cukup, pukul 07.50 kami kembali turun ke camp di pos 5, sampai pos 5 jam 10, kemudian makan terlebih dahulu sembari packing, dan tepat sebelum dzuhur kami sudah siap turun. Perjalanan turun menggunakan sisa-sisa tenaga, sampai pos 1 aku masih menjaga supaya anggota pendakian tetap rapat dan tidak saling meninggalkan. Setelah sampai pos 1 pukul 13.00, baru aku mempersilahkan Habibie dan Daffa untuk mendahului, karena jalur yang juga sudah jelas dari sini. Musabab kaki Tiara terluka, perjalanan aku dan Tiara menjadi lebih lambat menuju basecamp, sehingga baru sampai basecamp jam 14.30. Kemudian istirahat sebentar sembari berganti pakaian bersih, sekitar pukul 17.00 kami pamit dari basecamp menuju ke terminal, lalu perjalanan dilanjutkan menggunakan bus menuju Jakarta.
 |
Kami di Puncak Cikuray |
Layaknya kalimat awal tulisan ini, kita tidah pernah tahu kapan titik nol akan mampir di hidup kita. Satu hal yang pasti, waktu tersebut sudah pasti akan mampir, lalu apa yang akan kita lakukan selanjutnya adalah titik yang akan menentukan hidup kita selanjutnya. Tetap di titik nol selama-lamanya, atau kembali melangkah memulai dari 1 kembali.