Jumat, 08 Mei 2020

Keputusan Luar Biasa di Tengah Pandemi yang Melanda

2020 memang menjadi tahun yang mengejutkan bagi Indonesia bahkan untuk dunia. Tak disangka wabah melanda dan membuat segala aktivitas terbatas. Di tengah kejadian tersebut, ada satu keputusan yang dapat disoroti di negara ini, “Pembebasan narapidana”. Keputusan ini dibuat oleh Kementrian Hukum dan HAM yang disampaikan oleh bapak Yasonna Laoly selaku menteri hukum dan HAM, keputusan yang cukup kontroversial dan menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.

Disampaikan bahwa tujuan utama Kemenkumham melakukan ini adalah untuk menekan laju penyebaran virus corona di dalam Lembaga Pemayarakatan (LAPAS) dan Yasonna Laoly berdalih “Hanya orang yang sudah tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila, yang tidak menerima pembebasan napi di lapas over kapasitas”. Begitu katanya, tapi mari dikulik lebih dalam dari dua sisi, apa yang menyebabkan keputusan ini dibuat dan apa sebab keputusan ini ada yang menolak.

Sisi baiknya, sesuai dengan yang dipaparkan Yasonna Laoly tindakan ini sudah sesuai dengan anjuran Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan Sub Komite PBB Anti – Penyiksaan. Itu artinya Indonesia menjadi negara yang dianggap patuh di mata PBB pula Iran dan Brazil yang lebih dahulu merespon anjuran ini dengan jumlah 95.000 orang dan 34.000 orang. Hal lain pula, jika memang LAPAS kelebihan kapasitas, itu berarti LAPAS menjadi lebih lengang dengan pelepasan sebagian napi dan menjadi lebih memungkinkan untuk melakukan physical distancing di dalam LAPAS yang berarti pula hal itu sesuai dengan anjuran WHO dan pemerintah. Yang perlu dipahami juga napi yang dibebaskan harus memiliki kriteria, yaitu : sudah dalam 2/3 masa pidana untuk dewasa dan ½ untuk anak jatuh sampai 31 Desember 2020, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan WNA. Yang dibebaskan tidak termasuk dalam napi terorisme, narkotika, korupsi, dan kejahatan terhadap keamanan negara. Dengan kata lain, mereka adalah kriminal biasa atau napi pidana umum. Jadi, bukan sembarang napi lah yang dibebaskan namun terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi, jika kriteria tersebut terpenuhi napi dapat bebas.

Bukan hanya keputusan, semua hal pasti memiliki sisi buruknya, mari kita bahas. Pembebasan napi dari dalam LAPAS mungkin memang untuk menekan penyebaran virus di dalam LAPAS, namun bagaimana jika sudah ada napi yang positif COVID-19 namun belum terdeteksi dan terlanjur dibebaskan, hal itu malah menyebabkan penyebaran virus di tempat yang lebih luas. Selanjutnya, pelepasan napi memiliki resiko yang cukup tinggi jika saja napi melakukan kejahatan yang sama setelah dibebaskan dan sudah terbukti sejumlah napi di berbagai daerah ditangkap karena melakukan kejahatan lagi setelah dibebaskan. Memang, jika menolak pembebasan napi di LAPAS yang over kapasitas dianggap tidak memiliki kemanusiaan tidak dapat disalahkan begitu saja. Tetapi, membuat keputusan napi dibebaskan dan kemudian kembali melakukan kejahatan kepada orang tidak bersalah di tengah ekonomi yang juga sedang susah apakah dapat disebut “Rasa Kemanusiaan”, ini yang unik.

Terlepas dari perdebatan yang terjadi, keputusan ini sudah terlanjur disahkan, per 08 April 2020 pukul 9 pagi, sebanyak 33.078 napi dewasa dan 783 napi anak dibebaskan dengan menjalani program asimilasi, serta 1.776 napi dewasa dan 39 anak menjalani program integrasi. Semoga di tengah wabah kita selalu mendapat berkah. Semoga di tengah susah kita selalu dapat mudah.

-Imam Panji