2020 memang menjadi
tahun yang mengejutkan bagi Indonesia bahkan untuk dunia. Tak disangka wabah
melanda dan membuat segala aktivitas terbatas. Di tengah kejadian tersebut, ada
satu keputusan yang dapat disoroti di negara ini, “Pembebasan narapidana”.
Keputusan ini dibuat oleh Kementrian Hukum dan HAM yang disampaikan oleh bapak
Yasonna Laoly selaku menteri hukum dan HAM, keputusan yang cukup kontroversial
dan menimbulkan perdebatan di tengah masyarakat.
Disampaikan bahwa
tujuan utama Kemenkumham melakukan ini adalah untuk menekan laju penyebaran
virus corona di dalam Lembaga Pemayarakatan (LAPAS) dan Yasonna Laoly berdalih
“Hanya orang yang sudah
tumpul rasa kemanusiaannya dan tidak menghayati sila kedua Pancasila, yang
tidak menerima pembebasan napi di lapas over kapasitas”.
Begitu katanya, tapi mari dikulik lebih dalam dari dua sisi, apa yang
menyebabkan keputusan ini dibuat dan apa sebab keputusan ini ada yang menolak.
Sisi baiknya, sesuai
dengan yang dipaparkan Yasonna Laoly tindakan ini sudah sesuai dengan anjuran
Komisi Tinggi PBB untuk HAM, dan Sub Komite PBB Anti – Penyiksaan. Itu artinya
Indonesia menjadi negara yang dianggap patuh di mata PBB pula Iran dan Brazil
yang lebih dahulu merespon anjuran ini dengan jumlah 95.000 orang dan 34.000
orang. Hal lain pula, jika memang LAPAS kelebihan kapasitas, itu berarti LAPAS
menjadi lebih lengang dengan pelepasan sebagian napi dan menjadi lebih
memungkinkan untuk melakukan physical
distancing di dalam LAPAS yang berarti pula hal itu sesuai dengan anjuran
WHO dan pemerintah. Yang perlu dipahami juga napi yang dibebaskan harus
memiliki kriteria, yaitu : sudah dalam 2/3 masa pidana untuk dewasa dan ½ untuk
anak jatuh sampai 31 Desember 2020, tidak sedang menjalani subsider, dan bukan
WNA. Yang dibebaskan tidak termasuk dalam napi terorisme, narkotika, korupsi,
dan kejahatan terhadap keamanan negara. Dengan kata lain, mereka adalah
kriminal biasa atau napi pidana umum. Jadi, bukan sembarang napi lah yang dibebaskan
namun terdapat kriteria tertentu yang harus dipenuhi, jika kriteria tersebut
terpenuhi napi dapat bebas.
Bukan hanya keputusan,
semua hal pasti memiliki sisi buruknya, mari kita bahas. Pembebasan napi dari
dalam LAPAS mungkin memang untuk menekan penyebaran virus di dalam LAPAS, namun
bagaimana jika sudah ada napi yang positif COVID-19 namun belum terdeteksi dan
terlanjur dibebaskan, hal itu malah menyebabkan penyebaran virus di tempat yang
lebih luas. Selanjutnya, pelepasan napi memiliki resiko yang cukup tinggi jika
saja napi melakukan kejahatan yang sama setelah dibebaskan dan sudah terbukti
sejumlah napi di berbagai daerah ditangkap karena melakukan kejahatan lagi
setelah dibebaskan. Memang, jika menolak pembebasan napi di LAPAS yang over
kapasitas dianggap tidak memiliki kemanusiaan tidak dapat disalahkan begitu
saja. Tetapi, membuat keputusan napi dibebaskan dan kemudian kembali melakukan
kejahatan kepada orang tidak bersalah di tengah ekonomi yang juga sedang susah apakah
dapat disebut “Rasa Kemanusiaan”, ini yang unik.
Terlepas dari perdebatan yang terjadi, keputusan ini sudah terlanjur disahkan, per 08 April 2020 pukul 9 pagi, sebanyak 33.078 napi dewasa dan 783 napi anak dibebaskan dengan menjalani program asimilasi, serta 1.776 napi dewasa dan 39 anak menjalani program integrasi. Semoga di tengah wabah kita selalu mendapat berkah. Semoga di tengah susah kita selalu dapat mudah.
-Imam Panji