Hidup selalu memiliki kejutan di setiap perjalanannya. Yang kali ini tidak sesuai harapan.
Petualangan kembali membawaku bersama Habibie, Daffa, dan Nabil melakukan pendakian. Saat ini Nabil adalah pemula, yang sebenarnya kemampuannya sangat aku khawatirkan. Tapi biarlah, selalu percaya rekan pendakian penting untuk menjaga suasana pikiran tetap kondusif. Sebelum lebih jauh, pendakian kali ini menuju ke Gunung Gede, gunung yang sangat menjadi andalan kawan-kawan di Jabodetabek sebagai tempat healing yang dekat-dekat saja. Namun supaya pendakian berbeda, aku memutuskan tidak lewat jalur Cibodas ataupun Gunung Putri, pendakian dilakukan melalui jalur Selabintana, jalur terpanjang dan tersulit untuk menggapai Puncak Gunung Gede.
 |
Beli sayur di Sukabumi |
Pendakian dimulai dari rumah untuk bertemu dan menuju basecamp dengan mengendarai motor, untuk menghemat biaya dan karena memang yang tersedia adalah kendaraan roda dua. Setelah melakukan persiapan administrasi, pengecekan perlengkapan, mengemas barang, dan tidur singkat, perjalanan dimulai menuju basecamp Selabintana yang sekaligus kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Perjalanan dimulai sekitar pukul 03.00 WIB, dengan 2 motor dan carrier penuh, kami siap melintas jalur Bogor-Sukabumi. 2,5 jam berkendara sampai kami sampai di Sukabumi kota dan memutuskan untuk istirahat sejenak sembari menunaikan shalat shubuh, sekaligus berbelanja sedikit kebutuhan makanan untuk di jalur pendakian. Sayur adalah makanan wajib, membeli sawi putih, jagung manis, nugget, dan bumbu dapur, sepertinya akan jadi menu yang lezat di atas nanti.
Jam 6 perjalanan di lanjut, di jalan kembali bungkus nasi dan lauk untuk makan siang serta sarapan terlebih dahulu. Supaya kegiatan masak-masak baru dilaksanakan di malam hari. Karena perjalanan yang memang santai, kami sampai basecamp Selabintana jam 8 tepat. Sampai basecamp langsung mengurus administrasi, checklist perlengkapan, dan mengikuti arahan dari pihak basecamp. Administrasi untuk mendaki Gunung Gede Pangrango sudah rapih dan dapat diurus online, jika seluruh berkas lengkap, proses administrasi tidak akan memakan waktu yang lama. Hanya informasi, di basecamp Selabintana sudah tidak ada sinyal provider apapun, untuk akses internet ada fasilitas wifi yang dapat diakses secara gratis, tanya saja kepada petugas untuk kata sandinya.
 |
Sesaat sebelum mendaki |
Setelah semua urusan selesai, jam 09.30 kami mulai melangkah, trek dimulai dengan jalur batu bersusun dan menyusuri sungai, maklum jalur awal masih menjadi satu dengan jalur ke Curug Cibereum, jadi dibuat senyaman dan seaman mungkin karena memang jalur wisata. Di 20 menit pertama, belum terasa bahwa Selabintana adalah jalur tersulit untuk mencapai Puncak Gede. Setelah bertemu pertigaan, ambil jalur ke kiri, kemudian kontur jalur berubah, trek tanah dan sepertinya ini jalur pendakian sebenarnya. 15 menit berjalan kami sampai di pos Citingar, ini bukan pos yang luas, hanya ada sedikit dudukan dan plang yang dikaitkan di pohon, kami berisitirahat sejenak disini sebelum melanjutkan perjalanan.
 |
Pertigaan Cibereum dan Jalur Pendakian
|
Perjalanan selanjutnya merupakan perjalanan pos terpanjang, menuju Cigeber menurut info yang dihimpun, butuh waktu 2,5 jam berjalan. Disinilah tragedi terjadi, di tengah perjalanan menuju Citingar kami sekelompok diserang lebah. Hipotesisnya adalah entah ada sarang lebah yang diserang kawanan hewan lain atau ada pohon tumbang sehingga sarang lebahnya juga hancur, dan ini juga pertama kalina buat kami tersengat lebah, rasanya perih juga. Setelah terkena sengatan lebah, kondisi semakin kacau balau, kami tidak bisa memaksa untuk bergerak. Sebagai tindakan pertolongan pertama, kami disarankan untuk memakan bawang putih secara mentah dan mengoleskan ke bagian yang terkena sengatan. Sebenarnya rasa sengatannya masih terasa, cuma mungkin akan menjadi lebih parah jika tidak dilakukan pertolongan pertama tadi.
 |
Sesaat setelah tersengat kawanan Lebah
|
Setelah adzan dzuhur berkumandang, kami mencoba melanjutkan perjalanan. Sebenarnya aku sudah baik-baik saja, rasa nyeri yang ada masih bisa ditahan dan tidak terlalu masalah, toh cuma terkena 2 sengatan masing-masing di betis kanan dan kiri. Tapi yang lainnya yang parah, mereka terkena sengatan hampir di sekujur tubuh, bahkan kepala. Dampak sengatannya pun tidak main-main, selama perjalanan Daffa, Habibie, dan Nabil menjadi tidak optimal dan prima. Lebih mudah lelah, badan panas, dan mual, perjalanan otomatis menjadi melambat, ditambah hujan sempat mengguyur di tengah perjalanan. Selambat-lambatnya berjalan, akhirnya jam 13.08 kami sampai di Cigeber. Karena sudah waktu makan siang walaupun terlewat, dan lahan yang cukup luas, aku memutuskan tim istirahat sejenak untuk mengisi perut, barangkali tenaga mereka kembali dan dapat mengalahkan efek nyeri yang dirasakan akibat sengatan lebah tadi.
 |
Pos Cigeber
|
Setelah dirasa cukup istirahat, kemudian perjalanan dilanjut, karena memang menuju Citingar masih lumayan jauh. Ditambah trek yang masih sulit saja. Di tengah perjalanan juga sempat mengisi perbekalan air supaya stok air lebih aman, karena di tengah hutan, air menjadi lebih penting dari biasanya. Setelah perjalanan panjang, akhirnya kami sampai juga di pos Citingar sekitar pukul 16.30. Sebenarnya ini bukan tujuan kammi sebagai tempat mendirikan tenda, namun karena kondisi fisik semakin menurun dan untuk melanjutkan ke pos selanjutnya masih jauh, aku memutuskan pendakian hari ini berhenti disini. Walaupun sebenarnya Citingar bukan pos yang ideal untuk camp, karena lahan yang sempit dan terbatas.
 |
Suasana Pos Citingar
|
Segera mendirikan tenda dan memasak untuk makan malam, tentunya sembari berbincang. Dari perbincangan dengan teman-teman sepertinya kondisi mereka belum juga membaik. Aku sudah berkali-kali mengatakan jika badan tidak mendukung jangan terlalu memaksakan, karena perjalanan untuk ke puncak masih cukup jauh, sekitar 4 jam lagi dari sini. Di malam itu juga Habibie mendeklarasikan sepertinya tidak akan muncak dengan pertimbangan badan yang semakin memburuk, sedangkan Daffa memutuskan melihat perkembangan nanti malam. Jika dirasa badang membaik, kita bisa berangkat. Ya walaupun malam itu Daffa juga masih pusing dan mual yang disebabkan sengatan lebah tadi siang. Setelah makanan habis kami semua tidur, dan aku bilang nanti malam tetap bangun jam 2 pagi untuk persiapan summit jika memungkinkan, jika tidak, toh tidur di Citingar juga sangat nyaman. Mendaki tidak selalu tentang puncak bukan?
 |
Korban utama lebah |
Sebenarnya tulisan ini belum selesai, tapi jika diceritakan secara detail, sudah lupa kejadiannya, hehe maklum, susah sekali menemukan mood untuk menulis belakangan ini. Singkatnya, sekitar jam 3 kami bangun, melihat perkembangan badan rekan-rekan sepertinya tidak memungkinkan untuk memaksakan ke puncak. Akhirnya kami lanjut tidur dan pagi hari sarapan, setelah sarapan sekitar jam 10 an kami mulai turun gunung. Sampai basecamp sekitar jam 2 siang, lalu kami berkemas kemudian melanjutkan perjalanan menggunakan motor yang masih 5 jam lagi.
 |
Menu makan pagi |
Perjalanan mendaki itu memang seperti kehidupan, kadang naik, kadang turun, menemui semak belukar, harus merangkak di celah ranting, bertemu dengan berbagai macam makhluk hidup, sampai puncak, dan terkadang tidak sesuai harapan. Tapi penting untuk kuat dan terus bertahan, sampai kembali diminta pulang oleh-Nya.
 |
Sebelum turun gunung
|