Ya seperti itulah perjalanan jauh kali ini terjadi, dengan sedikit kebanggaan. Semua berawal dari akibat adanya libur panjang yang diakibatkan oleh masa pelajaran yang telah habis di semester ganjil dan diperlukan istirahat sekitar 2 mingguan sebelum berlanjut ke semester genap. Hal ini tentu saja tak boleh dilewatkan, apalagi untuk saya. Keputusan itu membuat kami, iya kami, memutuskan untuk menjelajah, Jawa Tengah tepatnya.
Rencana berawal dari bulan Oktober, 2 bulan sebelum hari
pelaksanaan, setelah ajak kawan sana – sini. Akhirnya tim berjumlah 5 orang,
yaitu Saya, Kemal, Reynaldy, Ridwan, dan juga Ilmi. Dari bulan Oktober juga lah
kami memulai persiapan terutama persiapan fisik, supaya perjalanan tidak
terlalu menyiksa nantinya. Karena sudah pasti, penjelajahan kali ini akan
menguras tenaga maupun mental.
Waktu terus berlalu, akhirnya bulan November datang dan saya
memutuskan untuk membeli tiket berangkat dan pulang terlebih dahulu untuk
penjelajahan bulan depan. Karena kami tidak terlalu mengejar waktu, ya akhirnya
kami sepakat membeli tiket kereta Serayu rute Pasar Senen - Purwokerto yang
harganya paling murah walaupun perjalanannya paling lama. Setelah tiket
dibayar, yang ada rasa tidak sabar semakin mengguncang, katanya ingin cepat –
cepat menjelajah kembali.
Kemudian, yang ada waktu berlalu terus begitu, hari
pelaksanaan datang tepat tanggal 25 Desember, dan titik kumpul kami adalah di
rumah Ridwan di daerah tanah kusir. Naas, saat hari pelaksanaan rombongan harus
berkurang satu yaitu Ilmi karena Ilmi mengalami sedikit insiden yang
mengakibatkannya gagal berangkat. Bagi kami berempat sisanya, kami tetap harus
berangkat, karena semuanya sudah terlanjur.
Tak terasa esok hari datang, dan perlahan – lahan udara ibukota yang biasa kami hirup pun seketika berubah menjadi lebih segar, wangi pedesaan dan pepohonan. Sayang, kereta kami terlambat sampai setengah jam dan cuaca turun hujan saat kami sampai, benar – benar bukan hal yang kami harapkan. Sampai sana kami langsung sarapan kemudian mencari kendaraan untuk menuju Baturraden, karena setelah berunding kami sepakat mendaki Gunung Slamet via Baturraden karena jaraknya paling dekat dengan Purwokerto, walaupun jalur pendakian paling favorit adalah via Bambangan.
Yasudah, setelah Shalat Ashar, carrier kamipun sudah rapi dikemas, dan yakin tak ada yang tertinggal, kami pun berangkat dari rumah Ridwan sekaligus berpamitan dengan kedua orang tuanya. Kami berangkat menuju Stasiun Pasar Senen menggunakan KRL dari stasiun Kebayoran dan langsung menuju Pasar Senen. Kami datang sangat awal sehingga harus menunggu agak lama, karena kereta kami baru akan berangkat pukul 21.00. Jelas saja, yang namanya kereta berangkat tidaklah pernah telat, kami tepat berangkat jam 21.00. Karena perjalanan akan memakan waktu yang tidak lama, kami mengisi waktu dengan banyak hal di dalam kereta.
Tak terasa esok hari datang, dan perlahan – lahan udara ibukota yang biasa kami hirup pun seketika berubah menjadi lebih segar, wangi pedesaan dan pepohonan. Sayang, kereta kami terlambat sampai setengah jam dan cuaca turun hujan saat kami sampai, benar – benar bukan hal yang kami harapkan. Sampai sana kami langsung sarapan kemudian mencari kendaraan untuk menuju Baturraden, karena setelah berunding kami sepakat mendaki Gunung Slamet via Baturraden karena jaraknya paling dekat dengan Purwokerto, walaupun jalur pendakian paling favorit adalah via Bambangan.
Nasehat Sebelum Berangkat |
Penjaga Pintu Kereta |
Pintu Palawi |
Pos 1 |
Pacet |
Kami mulai mendaki dari pintu rimba tepat jam 10.46 dengan
kondisi cuaca yang tidak terang dan tidak hujan juga, saya rasa ini cukup baik,
karena cuaca seperti ini pas untuk mendaki. Dengan kondisi jalur yang sangat
tertutup, lembab, dan dipenuhi pacet, perjalanan menjadi sangat berat. Dan kami
baru sampai pos 1 setelah 1 jam 15 menit berjalan, sekitar pukul 12.00. Tentu
saja kami memilih istirahat terlebih dahulu sambil memeriksa seluruh badan
apakah ada pacet yang menempel atau tidak. Setelah beristirahat, kami
melanjutkan perjalanan menuju pos 2, dan sayangnya di tengah perjalanan menuju
pos 2, hujan turun dengan lebatnya yang memaksa kami harus menggunakan jas
hujan supaya tidak terlalu basah.
Pos Bayangan 2 |
Kami sampai di pos 2 jam 15.30, di ketinggian 1800 mdpl,
kamipun sempat kaget, karena setelah 5 jam berjalan kami hanya naik 900 meter,
karena ketinggian di pintu rimba tadi adalah 900mdpl. Titik start pendakian
yang sangat rendah jika dibanding mendaki dari Bambangan yang dimulai di
1300mdpl. Setelah itu saya dan Ridwan kebagian mendirikan tenda, sedangkan
Kemal dan Reynaldy saya minta untuk mengisi air yang lokasinya tepat di sebelah
kiri pos 2. Setelah itu kami memasak, makan dan istirahat sekitar jam 17.30,
supaya nanti malam punya tenaga lebih untuk berjalan 7 jam lagi menuju puncak.
Singkatnya, jam 22.00 di hari yang sama alarm kami berbunyi dan saya yang pertama kali terbangun, kemudian saya membangunkan Ridwan untuk membantu saya memasak, sedangkan tetap membiarkan Kemal dan Reynaldy terus tertidur. Tapi, karena baru makan di sore harinya, akibatnya perut masih terasa kenyang dan saya memutuskan untuk merebus imukal saja untuk menambah stamina, setidaknya sampai besok siang ketika kami sampai tenda kembali. Tapi, sesuatu yang tidak diinginkan malah terjadi kembali, ketika jam 23.30 semua sudah siap, Ridwan minta perjalanan ditunda 30 menit karena merasa mual dengan isi perutnya. Yasudah kami merebahkan diri kembali 30 menit setelahnya. Dan Jam 00.00 kami mulai keluar tenda sekaligus kembali memakai pakaian tempur, diiringi dengan isi perut Ridwan yang tak sengaja juga keluar.
Setelah berdoa kembali, kami memulai perjalanan pukul 00.14
dengan estimasi 7 jam perjalanan, ya perjalanan yang sangat panjang dari
ketinggian 1800mdpl ke 3428mdpl, untungnya cuaca malam itu sangat bersahabat,
tak ada hujan walaupun pada awalnya bulan juga tak ingin muncul. Perjalanan
malam itu setidaknya membuat saya sedikit tenang karena walaupun jalannya
ditutupi hutan lebat, di jalur ini setiap beberapa meter sekali terdapat string
yang bertuliskan “Jalur Pendakian” yang juga terlihat walaupun malam hari.
Sambil berjalan, beberapa kali kami juga berhenti karena Ridwan terus
memuntahkan isi perutnya, dan Ia tetap memaksakan ingin naik, mungkin karena
tidak enak dengan kami bertiga. Padahal pikir saya, kalau memang ia tak kuat, saya
turun pun tak apa, saya takut hal yang tidak – tidak malah terjadi pada
dirinya, tapi karena keinginan kuat ia untuk tetap naik, sayapun percaya dia
bisa melanjutkan perjalanan.
Kami terus berjalan sampai waktu menunjukan pukul 04.30 dan kami tiba di pos 4. Setelah beristirahat sejenak, kami melanjutkan perjalanan dan sampai di pos 5 pukul 05.45, dan tiba di Plawangan yaitu batas vegetasi pukul 06.30 di ketinggian 3100mdpl. Dari Plawangan saya semakin semangat, karena jika dilihat dari mata, jaraknya dekat sekali, tetapi ternyata jauh di kaki, sangat jauh. Akibat tubuh yang semakin drop, perjalanan menjadi semakin terasa berat dengan kemiringan jalur sekitar 70 derajat. Perlahan, perlahan akhirnya pukul 07.45 lah kami baru sampai di titik tertinggi Jawa Tengah, dengan perasaan campur aduk, terutama bagi Kemal dan Reynaldy, karena ini adalah pendakian pertama mereka. Ya tidak salah, ini adalah pendakian pertama mereka, dan langsung di Gunung Slamet, titik tertinggi Jawa Tengah. Itupun via Baturraden yang notabene jalurnya sangat panjang bukan dari Bambangan yang kita ketahui sebagai jalur favorit karena lebih pendek jalurnya.
PUNCAK SURONO |
Di puncak inilah kami baru menemukan pendaki lain, karena
yang saya bilang di awal Baturraden bukanlah jalur yang bebas diakses
yang mengakibatkan selama mendaki kami tidak bertemu dengan siapapun begitupun nanti
ketika turun. Setelah berfoto jam 08.30 kami turun dari puncak, dan sempat
bingung mencari jalur ke batas vegetasi yang akan kami lewati, sehingga
estimasi saya 45 menit sudah menemui vegetasi lagi malah mundur menjadi 2 jam
untuk muter – muter di Plawangan. Dengan kemiringan trek yang lumayan membuat
kami turun menjadi sangat cepat, dan jam 12.55 kami sudah di tenda lagi,
kemudian memasak sekaligus bersiap untuk turun.
Setelah semuanya rapih tepat pukul 15.30 kami langsung turun melalui jalur yang sama, kemudian sampai di pintu rimba pukul 18.15. Dengan fisik yang sangat lelah sekali akibat berjalan selama 18 jam, perjalanan yang sangat jauh. Setelah itu kami bertemu dengan Pak Dasirun kembali yang sebelumnya sudah kami hubungi ketika kami di pos bayangan 1. Dari pintu rimba kami mencarter angkot, kawan dari Pak Dasirun ke depan Universitas Jendral Soedirman sekaligus berkunjung, di sana kami makan angkringan sekaligus meminta Om Adi yang kebetulan sedang berada di Banyumas di rumah sanak saudaranya untuk menjemput kami dan untungnya Om Adi bersedia menampung kami di kediamannya sampai waktu kepulangan kami tiba nanti, 30 Desember. Itu tandanya, penjelajahan belum selesai.
Desa Kejawar, bersama Tante Ai |
Bersambung........
-Imam Panji