Selasa, 23 Oktober 2018

Jalan Beriringan

Tak bisa dipungkiri, apapun yang kita lakukan di zaman sekarang, pasti akan dipertanyakan, dikomentari, bahkan dicibir oleh sekitar. Jadi, apasih jawaban dari pertanyaan “Apa tujuan saya mendaki gunung ?”

Desember 2017, adalah kesempatan kedua saya untuk berkunjung ke Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Saat itu saya berkunjung bersama ketiga rekan saya yaitu Ilham, Ridwan, dan Yoga sekaligus adik saya yang ikut melakukan pendakian. Singkatnya, saat itu kami berhasil mencapai puncak Gede dengan ketinggian 2958 Mdpl. Bagi saya sendiri, itu berarti kunjungan saya kedua kali ke Puncak Gede setelah sebelumnya saya berkunjung pada Juli 2017.

9 Bulan berlalu, saya kembali mengajak rekan perjalanan saya sewaktu ke Gede untuk kembali mendaki. Ya jelas saja, kali ini kami ingin berkunjung ke tetangganya, yaitu Pangrango. Hanya saja, adik saya tidak bisa ikut dan akhirnya rombongan menjadi berkurang. Setelah melakukan promosi sana – sini. Rombongan kembali bertambah, Ilham (Ponco) berhasil mengajak kawannya yaitu Ade. Ridwan membawa kedua temannya Rafly (Potek) dan Azriel (Ajil). Dan saya adalah yang paling berhasil melakukan promosi, karena saya berhasil mengajak Blek, Farhan, juga seorang kawan lama yang tinggal di perantauannya, Averyl.

Awalnya, kami merencanakan pendakian pada tanggal 27 – 28 Oktober, niat kami ingin mengucapkan sumpah pemuda di atas puncak Pangrango. Tapi apa daya, karena kami telat mendaftar, akhirnya kami kehabisan kuota pendakian dan memutuskan untuk memajukan tanggal pendakian seminnggu lebih awal.

Setelah melakukan registrasi online, kami menunggu sambil mempersiapkan pendakian yang akan dilakukan 20 Oktober itu. Sayangnya beberapa hari setelah melakukan registrasi ternyata Yoga memberi kabar bahwa ia tidak jadi ikut untuk pendakian kali ini. Tanggal 19 malamnya, saya meminta kawan – kawan untuk berkumpul di kediaman nenek saya di kawasan Pondok Aren, sekaligus untuk berangkat malam itu juga. Jam 20.00 semua sudah kumpul dan mengecek barang – barang yang nantinya akan kami bawa. Setelah itu semua selesai, kami masih punya waktu bebas sekitar 30 menit sebelum jam 21.00 kami berangkat menggunakan KRL menuju stasiun Bogor.

Jam 21.00 datang, kami berangkat yang sebelumnya berpamitan dengan keluarga saya yang kebetulan ada di rumah nenek. Kami berangkat dari stasiun Pondok Ranji dan menggunakan angkot untuk menuju sana. Kami membeli tiket, kemudian sekitar jam 21.30 an lah KRL membawa kami melesat menuju Stasiun Bogor.




Semua tentang persiapan dan Stasiun

Perjalanan di kereta memakan waktu kira – kira 2 jam perjalanan. Kami sampai di Stasiun Bogor jam 23.45, sudah cukup malam tapi KRL tak henti membawa kami sejauh ini. Sampai disana tidak sulit mendapatkan kendaraan untuk menuju basecamp Cibodas karena ada beberapa supir angkot yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan kami. Yasudah daripada kami harus menunggu sampai pagi, kami memutuskan untuk menggunakan angkot yang kami sewa. Ketika jam menunjuk angka 02.30 kami sampai di basecamp Cibodas disambut dengan udara yang begitu dingin.

Karena kami harus mengurus Surat Izin terlebih dahulu, itu berarti kami tidak bisa langsung mendaki saat itu juga, karena Balai Besar TNGGP baru membuka pelayanan SIMAKSI (Surat Izin Masuk Kawan Konservasi) pada pukul 06.00 ketika hari libur. Itulah juga yang menjadi sebab mendaki di Gede Pangrango sering dicap merepotkan oleh para pendaki, hal ini dapat dimaklumi karena Gede Pangrango adalah kawasan Taman Nasional.

Setelah jam 06.00 kami langsung mengurus surat keterangan sehat dan SIMAKSI supaya bisa melakukan pendakian. Oh iya, di Gede Pangrango barang – barang yang mengandung deterjen, tisu basah, speaker, dan benda tajam yang berlebihan dilarang dibawa masuk sehingga barang tersebut akan disita di pos pintu masuk. Sekitar jam 07.45 kami baru memulai langkah pertama kami. Dan perlahan langkah kami membawa kami memasuki hutan Gede Pangrango yang lebat nan sunyi.
Ketika Sampai


Denis yang Melegenda



Langkah kami tak pernah berhenti, sehingga langkah kecil – kecil tersebut berhasil menapak di pos Kandang Badak pada jam 13.00. Ya setelah itu kami mendirikan tenda, dan langsung istirahat, karena kebetulan kami sudah sempat makan siang di pos air panas. Setelah tenda berdiri, tak banyak bertanya yang kami lakukan adalah istirahat, termasuk saya yang memilih tidur untuk memulihkan tenaga setelah 5 jam berjalan menanjak.

Jam 16.30 saya dibangunkan oleh rintik – rintik air dari langit yang mulai turun. Hujan sore itu sangatlah awet, yang membuat saya agak khawatir dini harinya nanti cuaca tidak cerah. Untungnya hujan hanya menyapa sampai sehabis shalat maghrib. Setelah hujan reda barulah kami bergerak untuk memasak setelah itu makan malam dan kembali melanjutkan tidur kami untuk nanti dini hari melakukan Summit Attack ke Puncak Pangrango.

Bunyi alarm yang menyebalkan pada setiap harinya seketika malam itu berubah menjadi alarm yang begitu saya sambut. Saya membangunkan semua teman – teman dan kembali memasak untuk mengisi perut sebagai perbekalan melakukan pendakian menuju puncak. Jam 03.04 kami memulai langkah kami kembali untuk masuk ke hutan Pangrango yang lebat.

Saya akui, hutan Pangrango begitu jahil. Beberapa kali saya dipaksa untuk merangkak di bawah pohon tumbang, tergelincir karena tekstur tanah yang licin, bahkan sampai berkali – kali kepala saya terbentur karena saya kurang menunduk ketika melintasi pohon yang membentang di jalur pendakian.

Hari itu, terdapat 300 pendaki yang memasuki kawasan TNGGP, tapi sangat sedikit yang saya jumpai di jalur menuju Pangrango. Hal itu wajar, karena walaupun lebih rendah dari Pangrango, eksistensi Gede belum bisa dikalahkan oleh tetangganya itu.

Akhirnya setelah hampir 3 jam mendaki, kami sampai di Puncak Pangrango yang mungil, yang menawarkan Gunung Gede tepat di hadapan kami. Saat itu jam menunjukkan pukul 05.56 dan matahari sudah keluar dari persembunyiannya. Kami di puncak sampai jam 06.30 setelah itu kami turun menuju Lembah yang melegenda di Pangrango, yaitu Mandalawangi yang jaraknya tak sampai 5 menit berjalan turun.
Beneran merangkak


Aku kagum padamu, kupeluk dirimu


Koki - koki restoran Kandang Badak
Di tempat kesukaan Soe Hok Gie tersebut kami berdiam sejenak dan kembali mengambil gambar untuk berbagai hal. Karena stok air dari Kandang Badak sudah habis, kami juga mengambil air di Mandalawangi sebagai perbekalan saat kami turun menuju Kandang Badak. Setelah puas dengan suasana di sana, jam 07.15 kami memutuskan untuk kembali ke Kandang Badak. Perjalanan turun sangatlah cepat, kami sampai Kandang Badak jam 09.00 kemudian langsung memasak kembali, sekaligus merapihkan alat – alat berkemah kami sembari bergantian menyantap makanan. Karena setelah makan mata saya terasa perih sekali menagih untuk tidur. Yasudah saya bilang ke kawan – kawan untuk tidur sebentar selama 10 menit. Sekitar jam 12.22 kami selesai merapihkan segalanya di Kandang Badak dan langsung turun menuju Basecamp Cibodas karena pendakian kali ini telah selesai.
Mandalawangi yang .....




Bersama ajudan
Jadi, kembali ke paragraf awal. “Apa sih tujuan saya mendaki gunung ?”. Singkatnya, ada sebagian orang yang mendaki karena ikut – ikutan, untuk foto – foto, untuk pergi dari rutinitas harian yang memusingkan, dan brengseknya ada juga yang mendaki hanya untuk mengotori alam. Tapi jujur, setelah sekian kali mendaki saya tak tau pasti apa tujuan saya mendaki gunung. Tapi satu yang pasti ketika mendaki, berjalan beriringan, tak meninggalkan kelompok dan tak tertinggal dari kelompok adalah sesuatu yang mutlak. Mungkin itu yang menjadi tujuan saya, yang mungkin juga belum saya yakini sepenuhnya.

Jadi bagi kalian yang juga suka mendaki, “apa sih tujuan kalian mendaki gunung ?” bagi kalian yang belum pernah mendaki “Loh kapan mau mulai naik gunung ?”. Kalian bisa ceritakan di kolom komentar karena setiap orang pasti memiliki tujuan yang berbeda dalam melakukan sesuatu.

Oke mungkin sampai sini ceritanya, jika dirasa ada yang kurang kalian boleh kritik di bawah, jika kalian rasa hal ini layak dilihat banyak orang silahkan sebarkan.

Tetap Terpelajar.



-Imam Panji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar