Kamis, 04 Oktober 2018

Negeriku, Kenapa (Kamu) ?

Oke, selang satu hari dari tulisan saya tentang Kota Surakarta telah selesai. Ternyata ada satu pemikiran lagi yang membuat saya ingin menulis dan mengajak kalian untuk berdiskusi.

Bagi kalian yang ingin tetap membaca dan ingin intropeksi diri, silahkan kalian baca tulisan ini sampai selesai. Atau mungkin jika kalian takut mengeluarkan air mata kalian boleh pergi dan tekan tombol kembali kemudian kembali membuka akun sosial media kalian. Karena jujur saja, suasana tulisan ini akan jauh berbeda dari 2 part cerita tentang Surakarta yang sudah saya suguhkan. Sudah siap ? Kita mulai.

Sederhananya, tulisan ini tercipta karena satu pertanyaan yang sederhana di benak saya, tapi saya yakin jawabannya begitu rumit. Pertanyaannya sama dengan judul tulisan ini “Negeriku, Kenapa ?”. Ya begitulah tulisan ini tercipta.

Jika kita tarik waktu bersama beberapa bulan ke belakang, negeri ini sedang berantakan dan sedang kacau. Yang kita tahu, beberapa waktu terakhir negeri ini penuh sekali dengan bencana. Dimulai dari Lebak Banten, diikuti Lombok, kemudian hutan di gunung – gunung pulau Jawa yang terbakar, jika direkap ada Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Andong, Gunung Wilis, dan yang terparah adalah Gunung Lawu. Mungkin itu yang saya ketahui, jika ada gunung yang terlewat berarti itu salah saya yang minim informasi. Tak sampai disitu, beberapa hari lalu, Gunung Kerinci erupsi, Palu dan Donggala dilanda gempa dan tsunami, dan kemarin pagi, Gunung Soputan di Minahasa, Sulawesi Utara juga ikut meletus. Di hari yang sama, Gunung Anak Krakatau yang ada di Selat Sunda, Selat yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra juga ikut “batuk” yang menyebabkan aliran lavanya sudah sampai ke pantai dan statusnya dinaikkan menjadi waspada level 2. Dan yang sangat terbaru, tadi siang Waktu Indonesia Timur, Gunung Gamalama di Ternate erupsi dengan asap setinggi 250 meter. Tak ada habisnya.

Itu mungkin bencana yang berkaitan dengan alam, tetapi di bidang lain ? Maaf, belum selesai. Di bidang ekonomi, kita tahu mata uang kita tercinta “Rupiah” sempat anjlok menyentuh Rp15.000 / Dollar AS, dan itu adalah rekor kekuatan rupiah terburuk sepanjang sejarah. Selain ekonomi ? Ya ADA ! Kejadian tewasnya suporter sepakbola yang dikeroyok tanpa peri kemanusiaan juga tak boleh kita lupa.

Semua kejadian ini terjadi begitu berurut, dan tak kunjung surut. Seperti sinetron yang memiliki banyak episode di televisi, begitu juga kondisi negara kita terkini. Setelah satu bencana muncul, esok harinya muncul bencana baru. Terus seperti itu. Rentetan bencana ini, terjadi bukan tanpa alasan, PASTI ADA YANG SALAH. Tetapi sulitnya, saya juga tak tahu apa yang sedang salah di negeri ini, yang pasti MANUSIANYA. Mungkin ini pertanda, bahwa kita memang harus bertobat, sebelum nantinya matahari sudah terbit di barat, kita harus pergi dari maksiat, karena itu satu – satunya jalan yang bisa membuat Indonesia selamat.

Jika kalian kenal Ebiet G Ade, salah satu musisi di Indonesia. Di salah satu lirik lagunya terdapat kalimat “Mengapa di tanahku terjadi bencana ? Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita, yang selalu salah dan bangga dengan dosa – dosa. Atau alam mulai enggan, bersahabat dengan kita.” Apakah karena dua hal itu ? Mungkin iya, mungkin juga tidak. Mungkin alasannya lebih rumit dari dua hal itu.

Mungkin negeri ini tidak dapat berbicara dan memberi tahu seperti apa kondisinya sekarang. Dia tak bisa juga menangis, tertawa, atau apapun yang mencerminkan perasaannya. Tapi, dengan segala bencana ini, apakah kita peka ? Apakah kita belum bisa menyimpulkan bagaimana keadaannya ?

Seperti yang kita ketahui pula sedari jenjang Sekolah Dasar, Indonesia memang terletak di antara lempeng tektonik yang aktif dan memang berada di kawasan Ring of Fire (Cincin Api). Yang mengakibatkan, Indonesia rawan terkena bencana. Tapi, dengan sekelumit bencana ini, apakah letak Indonesia yang menjadi masalah ? Mungkin tidak. Ini pertanda, bahwa ada yang harus dibenahi sebelum semakin salah. Dan jangan mempermasalahkan posisi Indonesia, karena, menurut saya ini adalah sebuah teguran kecil tetapi sedihnya banyak yang belum menyadarinya.

Kemudian, mirisnya, negeri ini memang tak punya mulut seperti layak manusia yang tinggal di dalamnya. Tapi tak memiliki mulut bukan berarti negeri ini tak bisa berteriak dan berdemonstrasi. Ini adalah bentuk demonstrasi Indonesia yang mungkin menuntut untuk diperhatikan dan lebih dikasihi.

Mungkin sekian penjabaran mengenai apa - apa yang terjadi di Indonesia belakangan ini, maaf sekali kalau tulisan ini terlalu berbobot. Tapi tujuan saya satu, supaya kita saling introspeksi diri.

Jadi, pertanyaannya untuk kalian ada di kolom judul tulisan ini “Negeriku, Kenapa ?”. Bagi kalian yang punya pendapat tentang mengapa Indonesia kini, silahkan kalian cantumkan pendapat kalian di kolom komentar karena saya yakin setiap dari kalian punya hal yang ingin diungkapan masing – masing tentang Indonesia kini. Jika kalian rasa tulisan ini perlu dibaca oleh banyak orang lagi, tak ada salahnya kalian sebarkan.

Oke sekian dulu, salam terpelajar, sampai jumpa lagi.


-Imam Panji

2 komentar:

  1. Mungkin negeri ini sudah diambang hancur, baik dari rakyat, maupun pemerintah sudah sedikit yang membangun pondisi negara ini. Dengan mudahnya kita terombang-ambing menjadi bagian dari perang politik yang ada saat ini. Dan dengan mudahnya juga kita terbawa hawa nafsu duniawi, mungkin Anda benar. Ini adalah sebuah teguran. Pemerintah maupun rakyat sudah congkak. Tapi yang soal rupiah itu, ada alasannya kok kenapa dia naik, wkwkw. Capek berpuitis saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sekali, pemikiran kawan hebat walaupun saya jadi menerka - nerka nama kawan. Sukses terus, bangun Indonesia menjadi lebih baik!

      Hapus